Senin, 21 Februari 2011

penalaran Induktif dan Deduktif


Latar Belakang
Suatu penelitian pada hakekatnya dimulai dari hasrat keingintahuan manusia, merupakan anugerah Allah SWT, yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan maupun permasalahan-permasalahan yang memerlukan jawaban atau pemecahannya, sehingga akan diperoleh pengetahuan baru yang dianggap benar. Pengetahuan baru yang benar tersebut merupakan pengetahuan yang dapat diterima oleh akal sehat dan berdasarkan fakta empiris. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pencarian pengetahuan yang benar harus berlangsung menurut prosedur atau kaedah hukum, yaitu berdasarkan logika. Sedangkan aplikasi dari logika dapat disebut dengan penalaran dan pengetahuan yang benar dapat disebut dengan pengetahuan ilmiah.
Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif.
Penalaran deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Penalaran induktif merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus sebagai hasil pengamatan empiris dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat umum. Dalam hal ini penalaran induktif merupakan kebalikan dari penalaran deduktif. Untuk turun ke lapangan dan melakukan penelitian tidak harus memliki konsep secara canggih tetapi cukup mengamati lapangan dan dari pengamatan lapangan tersebut dapat ditarik generalisasi dari suatu gejala. Dalam konteks ini, teori bukan merupakan persyaratan mutlak tetapi kecermatan dalam menangkap gejala dan memahami gejala merupakan kunci sukses untuk dapat mendiskripsikan gejala dan melakukan generalisasi.
Kedua penalaran tersebut di atas (penalaran deduktif dan induktif), seolah-olah merupakan cara berpikir yang berbeda dan terpisah. Tetapi dalam prakteknya, antara berangkat dari teori atau berangkat dari fakta empiris merupakan lingkaran yang tidak terpisahkan. Kalau kita berbicara teori sebenarnya kita sedang mengandaikan fakta dan kalau berbicara fakta maka kita sedang mengandaikan teori (Heru Nugroho; 2001: 69-70). Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan secara bersama-sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu ujud penelitian ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika.
Upaya menemukan kebenaran dengan cara memadukan penalaran deduktif dengan penalaran induktif tersebut melahirkan penalaran yang disebut dengan reflective thinking atau berpikir refleksi. Proses berpikir refleksi ini diperkenalkan oleh John Dewey (Burhan Bungis: 2005; 19-20), yaitu dengan langkah-langkah atau tahap-tahap sebagai berikut :
  • The Felt Need, yaitu adanya suatu kebutuhan. Seorang merasakan adanya suatu kebutuhan yang menggoda perasaannya sehingga dia berusaha mengungkapkan kebutuhan tersebut.
  • The Problem, yaitu menetapkan masalah. Kebutuhan yang dirasakan pada tahap the felt need di atas, selanjutnya diteruskan dengan merumuskan, menempatkan dan membatasi permasalahan atau kebutuhan tersebut, yaitu apa sebenarnya yang sedang dialaminya, bagaimana bentuknya serta bagaimana pemecahannya.
  • The Hypothesis, yaitu menyusun hipotesis. Pengalaman-pengalaman seseorang berguna untuk mencoba melakukan pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Paling tidak percobaan untuk memecahkan masalah mulai dilakukan sesuai dengan pengalaman yang relevan. Namun pada tahap ini kemampuan seseorang hanya sampai pada jawaban sementara terhadap pemecahan masalah tersebut, karena itu ia hanya mampu berteori dan berhipotesis.
  • Collection of Data as Avidance, yaitu merekam data untuk pembuktian. Tak cukup memecahkan masalah hanya dengan pengalaman atau dengan cara berteori menggunakan teori-teori, hukum-hukum yang ada. Permasalahan manusia dari waktu ke waktu telah berkembang dari sederhana menjadi sangat kompleks; kompleks gejala maupun penyebabnya. Karena itu pendekatan hipotesis dianggap tidak memadai, rasionalitas jawaban pada hipotesis mulai dipertanyakan. Masyarakat kemudian tidak puas dengan pengalaman-pengalaman orang lain, juga tidak puas dengan hukum-hukum dan teori-teori yang juga dibuat orang sebelumnya. Salah satu alternatif adalah membuktikan sendiri hipotesis yang dibuatnya itu. Ini berarti orang harus merekam data di lapangan dan mengujinya sendiri. Kemudian data-data itu dihubung-hubungkan satu dengan lainnya untuk menemukan kaitan satu sama lain, kegiatan ini disebut dengan analisis. Kegiatan analisis tersebut dilengkapi dengan kesimpulan yang mendukung atau menolak hipotesis, yaitu hipotesis yang dirumuskan tadi.
  • Concluding Belief, yaitu membuat kesimpulan yang diyakini kebenarannya. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada tahap sebelumnya, maka dibuatlah sebuah kesimpulan, dimana kesimpulan itu diyakini mengandung kebenaran.
  • General Value of The Conclusion, yaitu memformulasikan kesimpulan secara umum. Konstruksi dan isi kesimpulan pengujian hipotesis di atas, tidak saja berwujud teori, konsep dan metode yang hanya berlaku pada kasus tertentu – maksudnya kasus yang telah diuji hipotesisnya – tetapi juga kesimpulan dapat berlaku umum terhadap kasus yang lain di tempat lain dengan kemiripan-kemiripan tertentu dengan kasus yang telah dibuktikan tersebut untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Proses maupun hasil berpikir refleksi di atas, kemudian menjadi popular pada berbagai proses ilmiah atau proses ilmu pengetahuan. Kemudian, tahapan-tahapan dalam berpikir refleksi ini dipatuhi secara ketat dan menjadi persyaratan dalam menentukan bobot ilmiah dari proses tersebut. Apabila salah satu dari langkah-langkah itu dilupakan atau dengan sengaja diabaikan, maka sebesar itu pula nilai ilmiah telah dilupakan dalam proses berpikir.

Penalaran
penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empiris) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.

Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.

Metode dalam menalar

Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif

A.    Penalaran induktif

Penalaran induktif adalah proses penalaran yang bertolak dari peristiwa-peristiwa yang sifatnya khusus menuju pernyataan/kesimpulan umum.

Penalaran induktif meliputi :
1.      Generalisasi
Generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fakta atau gejala khusus yang diamati lalu ditarik kesimpulan umum tentang sebagian atau seluruh gejala yang diamati itu. Jadi, genaralisasi merupakan pernyataan yang berlaku umum untuk semua atau sebagian besar gejala yang diamati. Di dalam pengembangan karangan, generalisasi perlu ditunjang atau dibuktikan dengan fakta-fakta, contoh-contoh, data statistik yang merupakan spesifikasi atau cirri khusus sebagai penjelasan lebih lanjut.
Contoh : pemerintah mendirikan sekolah sampai ke pelosok. Puskesmas didirikan dimana-mana. Lapangan kerja baru diciptakan. Pembangunan rumah ibadah diperbanyak atau dibantu pemerintah. Memang menjadi tugas pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.



2.      Analogi
Analogi adalah proses penalaran yang berdasarkan pada pembagian dan terhadap sejumlah gejala khusus yang memiliki kesamaan, kemudian ditarik kesimpulan.
Contoh : secara tak sengaja Amara mengetahui bahwa pensil steadler 2B menghasilkan gambar vignette yang memuaskan hatinya. Pensil itu lunak dan menghasilkan garis-garis hitam dan tebal. Karena itu selama bertahun-tahun ia selalu memakai pensil itu untuk membuat vignette, tetapi ketika ia berlibur di rumah nenek di sebuah kota kecamatan ia kehabisan pensil. Ia mencari di toko-toko di kota itu tetapi tidak ada. Akhirnya daripada tidak dapat mencoret-coret ia memilih merek lain yang sama lunaknya dengan steadler 2B. “ini tentu akan menghasilkan vignette yang bagus juga” putusnya.

3.      Sebab-akibat
Sebab-akibat adalah proses penalaran yang dimulai dengan menggunakan fakta yang berupa sebab dan sampai pada kesimpulan yang merupakan akibat atau sebliknya. Contoh : bangsa jepang suka berkelompok.kepentingan perorangan ada, tetapi kalau kepentingan bersama membutuhkan,kepentingan bersama didahulukan. Dengan demikian antara kepentingan perorangan dan kepentingan bersama berjalan serasi. Oleh karena itu, untuk melakukan sesutau secara bersama, secara terkoordinasi, bagi bangsa jepang sudah berjalan dengan sendirinya.

B.    Penalaran deduktif

Penalaran deduktif adalah penalaran yang bertolak dari pernyataan yang bersifat umum menuju pada pernyataan atau kesimpulan khusus.
Menarik kesimpulan dengan penalaran deduktif dibedakan menjadi 2,yaitu :
1.      Menarik kesimpulan berdasarkan satu premis
Contoh :
Premis       :bujur sangkar adalah segi empat sama sisi
Simpulan   :a.  Bujur sangkar pasti segi empat, tetapi segi empat belum tentu bujur sangkar
                  b. segi empat yang sisi-sisnya horizontalnya tidak sama panjang dengan sisi tegak lurusnya bukan bujur sangkar.

v  Premis adalah pernyataan yang mendasari penalaran untuk menarik kesimpulan.

2.      Menarik kesimpulan berdasarkan dua premis atau lebih
Dalam hal ini digunakan penalaran silogisme.
a.      Silogisme kategorial
Premis umum/premis khusus/kesimpulan

PU :  A  = B
PK  :  C  = A
S    :  C =  B

Keterangan :
A : semua anggota golongan tertentu
B : sifat atau kegiatan A
C : seseorang atau sesuatu bagian dari A
Contoh :          
PU        : Semua professor pandai
PK        : Prof. Dr. B.J. Habibie seorang professor.
  S        : Prof. Dr. B.J. Habibie pandai.

Silogisme yang diperpendek disebut entinem.
Contoh : C=B karena C=A
            Prof. Dr. B.J. Habibie pandai karena beliau seorang professor.

b.      Silogisme alternative
PU : kegagalan panen daerah itu selalu disebabkan oleh banjir atau serangan hama
PK : tahun ini kegagalan panen daerah itu tidak disebabkan oleh banjir
S : kegagalan panen daerah itu disebabkan oleh serangan hama

c.       Silogisme hipotesis
PU : jika hari ini tidak hujan, saya datang ke rumahmu
PK : hari ini hujan
S : saya tidak datang ke rumahmu.


Konsep dan simbol dalam penalaran

Penalaran juga merupakan aktifitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen.

Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis.

Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.


Syarat-syarat kebenaran dalam penalaran

Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
  • Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
  • Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.

Kesimpulan
Penalaran merupakan proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empiris) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif. Metode penalaran induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum sedangkan metode penalaran deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.


Daftar pustaka
------,2003,panduan belajar kelas 3 Sma IPA/IPS,Jakarta.PT.Primagama


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

lynluphlycious

lynluphlycious